-
Discover
-
Spotlight
- Jelajahi Orang
JejakInfo.id 2025


JEJAKINFO.ID – Malam itu, aula konferensi di jantung kota Kuala Lumpur, Malaysia dipenuhi gemerlap warna dan kain–kain tradisional dari berbagai belahan dunia.
Namun, ada satu sosok yang mencuri perhatian. Seorang remaja asal Kepulauan Tanimbar, Michaylla Ziva Jambormias, yang anggun dalam balutan tenun khas Tanimbar dengan burung cenderawasih bertengger megah di kepalanya.
Busana ini bukan sekadar penampilan estetis, melainkan narasi yang berbicara tentang asal–usul, sejarah, dan kebanggaan sebuah etnis.
Asia World Model United Nations (AWMUN) X yang berlangsung pada 14–17 Februari 2025 bukan hanya menjadi ruang bagi diskusi geopolitik dan diplomasi internasional, tetapi juga ajang pertemuan identitas kultural.
Dalam sesi closing ceremony dan perayaan budaya, Ziva bukan hanya sekadar peserta, tetapi juga unseen envoy (duta tak kelihatan) bagi tanah kelahirannya.
Dengan penuh percaya diri, cucu dari Pendeta (Emr) Anes Jambormias itu berjalan di atas panggung, mengundang tatapan kagum dari delegasi berbagai negara.
Detail hiasan di kepalanya, yang melambangkan kebangsawanan dan keanggunan perempuan Tanimbar, menjadi magnet perhatian. Tak heran, malam itu, ia diganjar gelar runner–up Best Dress.
Tenun Tanimbar: Simbol Sejarah dan Kebanggaan
Tenun Tanimbar bukan sekadar selembar kain. Ia adalah warisan nenek moyang, hasil rajutan yang menyimpan kisah panjang hubungan maritim, pertukaran budaya, dan kearifan lokal masyarakat Tanimbar.
Motifnya mengandung simbol–simbol yang berkisah tentang leluhur, keberanian, dan harmoni alam.
Proses pembuatannya pun bukan sekadar pekerjaan domestik perempuan, tetapi ritual sosial yang menghubungkan generasi ke generasi.
Saat mengenakan busana tersebut di AWMUN, Ziva bukan hanya memperlihatkan keindahan tekstil, tetapi juga menyampaikan pesan tentang keberlanjutan warisan budaya.
Baginya, pakaian tradisional adalah lebih dari sekadar kostum; ia adalah identitas dan ekspresi eksistensial dari jati diri Tanimbar.
“Saya ingin orang tahu bahwa di timur Indonesia, ada kebudayaan yang luar biasa kaya, yang belum banyak dikenal dunia,” ucap Ziva penuh keyakinan.
Soft Diplomasi: Mengenalkan Maluku ke Dunia
Ziva merupakan salah satu peserta termuda yang mengikuti event konferensi AWMUN X di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dengan keikutsertaan Ziva dalam AWMUN X, Tanimbar tak lagi sekadar nama dalam peta, tetapi sebuah cerita yang hidup dalam percakapan internasional.
Ajang yang diikuti oleh lebih dari 375 pemuda dari berbagai belahan dunia ini menjadi momentum strategis untuk menampilkan kekayaan budaya Maluku melalui pendekatan soft diplomasi–diplomasi yang tidak mengandalkan kekuatan politik, tetapi daya tarik kebudayaan.
Sebagai anak berdarah Tanimbar dari ayahnya, almarhum Richard Jambormias dan ibunya Pendeta Nadia Manuputty/Jambormias ini, Ziva telah menunjukkan bagaimana warisan leluhur dapat menjadi alat diplomasi yang kuat.
Ia memahami bahwa budaya adalah kekuatan pemersatu dan instrumen promosi yang dapat menarik lebih banyak orang untuk mengenal dan mengunjungi Tanimbar.
Malam itu, tanpa harus berorasi panjang, Ziva telah menjadi juru bicara yang efektif bagi daerahnya.
Dukungan bagi Generasi Muda sebagai Duta Budaya
Keberhasilan Ziva di AWMUN X seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah, khususnya Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), untuk lebih aktif mendukung anak muda dalam membawa budaya mereka ke panggung global.
Generasi seperti Ziva adalah aset berharga yang secara tidak langsung telah menjadi duta budaya dan pariwisata Maluku.
Dengan semakin banyaknya keterlibatan anak muda dalam forum–forum internasional, harapan untuk mengenalkan budaya dan pariwisata daerah semakin terbuka.
Maluku tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga memiliki kekayaan budaya yang berpotensi besar sebagai daya tarik wisata.
Ajang seperti AWMUN X hanyalah awal dari perjalanan panjang bagi para duta budaya muda seperti Ziva, yang dengan langkah kecilnya, telah membawa nama Tanimbar ke panggung dunia. ”Upu Yesus namfutar". (*)
